Jumat, 30 Oktober 2015

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW"

 Paper Kewarganegaraan
"KONSTITUSI DAN RULE OF LAW"




Disusun oleh :
Ariya Dharma Dilaga
44113010093


Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Broadcasting
Universitas Mercu Buana
2013







A. Pengertian dan Definisi Konstitusi

Banyak kasus yang menyadari kiya untuk mempelajari Konstitusi dan rule of law atau penegakan hukum, karena terkait dengan aturan bagaimana kehidupan bermasyarakat dan bernegara diatur. Contohnya, kasus berhentinya Presiden Soeharto pada tahun 1998, dan digantikan oleh Wakil Presiden B . J . Habibie. Menurut ketentuan UUD 1945, sebelum menjabat presiden, maka calon presiden mengucap sumpah di hadapan MPR. Namun demikian, pada tahun 1998, MPR tidak dapat bersidang, sehingga sumpah presiden dilakukan di Istana Presiden dihadapan ketua MA dan disaksikan pimpinan DPR-MPR.
Peristiwa tersebut tidak diatur dalam UUD 1945. Belajar dari pengalaman tersebut, maka MPR periode 1999-2004 mengadakan amandemen pasal 9 yang semula bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan MPR atau DPR menjadi 2 ayat, dengan ayat berbunyi “jika MPR atau DPR tidaak dapat mengadakan sidang, presiden atau wakil presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan MA”.

1.    Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan suatu Negara atau menyusun dan menyatakan aturan suatu Negara.

Di Negara –negara yag menggunakan bahasa Inggris dipakai istilah Constitution yang diIndonesia menjadi Konstitusi. Pengertian konstitusi dalam praktik dapat diartikan lebih luas daripada pengertian undang-undang dasar. Dalam ilmu politik, Constitution merupakan suatu yang lebih luas, yaitu yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.

Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan stature. Cume adalah sebuah presposisi yang berarti “bersama-sama dengan….,” sedangkan Statuere mempunyai arti berdiri. Atas dasar itu, kata statuere memiliki arti “ membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan”.



2.    Definisi Konstitusi (UUD)
Para ahli hukum ada yang membedakan arti konstitusi dengan undang-undang dasar dan juga yang menyamakan arti keduanya. Persamaan dan perbedaannya adalah sebagai berikut.

Ø  L.J. Van Apeldoorn membedakan konstitusi dengan UUD. Menurutnya Konstitusi adalah memuat peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis, sedangkan undang-undang dasar  (gronwet) adalah bagian tertulis dari konstitusi.
Ø  Sri Sumantri menyamakan arti keduanya sesuai dengan praktik ketatanegaraan disebagian besar Negara-negara dunia termasuk Indoesia.
Ø  Hermen Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu :
·         Konstitusi mencerminkan kehiduapan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (mengandung arti politis dan sosiologis).
·         Konstitusi adalah suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat ( mengandung arti hukum atau yuridis).
·         Konstitusi adalah kesepakatan yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu Negara.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa konstitusi meliputi peraturan tertulis dan tidak tertulis. Dengan demikian konstitusi dapat diartikan sebagai berikut:
·         Suatu kumpulan kaidah yang membrikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa.
·         Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus pertugasnya darisuatu sistem politik.
·         Suatu gambaran dari lembaga-lembaga Negara.
·         Suatu gambaran yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia.

B. Hakikat dang Fungsi Konstitusi (UUD)

1.    Hakikat isi Konstitusi (UUD)
Pada hakikatnya konstitusi (UUD) itu berisi tiga hal pokok, yaitu:
·         Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya,
·         Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat fundamental,
·         Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Sedangkan menurut Budiardjo (1996), setiap undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai:
a.    Organisasi Negara
Dalam konteks Organisasi Negara, konstitusi (UUD) berisi hal-hal:
·         Pembagian kekuasaan atar legislative, eksekutif dan yudikatif.
·         Pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat atau federal dengan pemerintah daerah atau Negara bagian.
·         Prosedur menyelesaikan masalah pelanggaranhukum oleh salah stu badan pemerintah dan sebagainya.
·         Bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada dalam Negara.
·         Bentuk Negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dari Negara tersebut.

b.    Hak dan kewajiban warga Negara, hak dan kewajiban Negara, dan hubungan keduanya. Ketentuan pada butir diatas, ditunjukan untuk member jaminan yang pasti kepada warga Negara dan Negara sehingga kehidupan tata Negara dapat berjalan tertib dan damai.
c.    Prosedur Mengubah Undang-Undang Dasar
Konstitusi suatu Negara dibuat berdasarkan pengalaman dan kondisi sosial politik masyarakat dalam kehidupan masyarakat yang selaly mengalami perubahan akibat dari pembangunan, modernisasi, dan munculnya perkembangan-perkembangan baru dalam ketatanegaraan.

2.    Fungsi Konstitusi (UUD)
Dalam kerangka kehidupan Negara, konstitusi (UUD) secara umum memiliki fungsi sebagai:
·         Tata aturan dalam pendirian lembaga-lembaga yang permane.
·         Tata aturan dalam hubungan Negara dengan warga Negara serta dengan Negara lain.
·         Sumber hukum dasar yang tertinggi. Artinya bahwa seluruh peraturan dan perundang-undangan yang belaku harus mengacu pada konstitusi.

Secara khusus, fungsi konstitusi dalam Negara demokrasi dan Negara komunis adalah:
a.    Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Demokrasi Konstitusional
b.    Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Komunis.

C. Dinamika Pelaksanaan Konstitusi (UUD 1945)

Dalam gerak pelaksanaannya, konstitusi (UUD 1945) banyak mengalami perubahan menikuti perubahan sistem politik negara Indonesia. Perubahan tersebut secara sistematis dapat ditemukan sebagai berikut :


·         UUD 1945, Berlaku 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu diatas, pelaksanaan UUD tidak dapat dilaksanakan dengan baik, karena bangsa Indonesia sedang masa pancaroba, artinya dalam masa upaya membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan , sedangkan pihak colonial belanda masih ingin menjajah kembali negara Indonesia.

·         Konstitusi RIS, Berlaku 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950
Rancangan Konstitusi (UUD) ini disepakati bersama di negara Belanda antara wakil-wakil pemerintah RI dengan wakil-wakil pemerintah negara BFO ( Bijeenkomst Voor Federaal Overleg), yaitu negara-negara buatan Belanda di luar negara RI.
Namun demikian, konstitusi RIS ini tidak dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama, melainkan hanya lebih kurang delapan bulan (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950).

·         UUDS, Berlaku 15 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959
Undang-Undang Dasar Sementara 1950, ini merupakan UUD yang ketiga bagi Indonesia. Menurut UUDS ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer dan bukan sistem cabinet presidensial lagi seperti dalam UUD 1945, menurut sistem presiden adalah presiden dan wakil presiden konstitusional dan “tidak dapat di ganggu gugat”, karena yang bertanggung jawab adalah para menteri kepada parolemen (DPR).

·         UUD 1945, Berlaku 5 Juli 1959 sampai 1966
Pelaksanaan UUD 1945 pada waktu kepemimpinan Presiden Ir. Soekarno adalah beberapa hal yang perlu dicatat mengenai penyimpangan konstitusi (UUD 1945) yaitu :
a.    Presiden merangkap sebagai penguasa eksekutif dan legislative.
b.    Mengeluarkan UU dalam bentuk penetapan Presiden dengan tanpa persetujuan DPR.
c.    MPRS mengangkat presiden seumur hidup.
d.    Hak Budget DPR tidak berjalan,karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR.
e.    Pemimpin lembaga-lemabaga tinggi dan tertinggi negara diangkat menjadi menteri-menteri negara dan presiden  menjadi ketua DPA.

Sedangkan dalam kepemimpinan Presiden Soeharto, hal-hal yang perlu dicatat mengenai pelaksanaan konstitusi (UUD) yaitu :
a.    Membentuk lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 yang ditetapkan dengan undang-undang.
b.    Menyelenggarakan mekanisme kepemimpinan nasional lima tahunan.
c.    Menggunakan sistem pemerintahan presidensial sebagaimana diatur dalam konstitusi (UUD 1945), dan lain-lain.

·          UUD 1945 pada tahun 1966 sampai dengan 1999
Hal-hal yang terjadi dalam pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu tahun 1966-1999 ini dapat diklalifikasi dalam 4 bagian yaitu :
a.    Pelaksanaan UUD 1945 tahun 1966-1999
Pelaksanaan ini dalam kurun waktu 1966-1999, memiliki nilai penting kelangsungan kehidupan bangsa dan negara indonesiapasca pemerintahan Presiden Soekarno.

b.     Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1966-1970
Pelaksanaan dalam kurun waktu yang tersebut di atas dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.    Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar 1966)
2.    Pelaksanaan Sidang Umum MPRS ke IV tahun 1966
3.    Pelaksanaan Sidang Istimewa MPRS 1967
4.    Pelaksanaan Sidang Umum MPRS wtahun 1968
c.    Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1970 – 1997
d.    Pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu 1997-1999

·         UUD 1945 Amandemen 1999 , berlaku pada tahun 1999 sampai sekarang
a.    Perubahan ideology politik dari sosialis democrat (orba)
b.    Penyelenggaraan otonomi daerah kepada pemba tingkat I dan II (kabupaten/kota).
c.    Pelaksanaan pemilu langsung presiden dan wakil presiden
d.    Perubahan UU politik yang berintikan pemilu langsung dan sistem multipartai.


·         Proses Perubahan UUD 45
a.    Sidang Umum MPR 19 September 1999
b.    Siding tahunan MPR 18 Agustus 2000
c.    Siding tahunan MPR 9 November 2001
d.    Siding tahunan MPR 10 Agustus 2002




D. Institusi dan Mekanisme Pembuatan Konstitusi (UUD 1945), UU, PERPU, PP, dan PERDA
1.    Institusi Legislasi
Institusi (lembaga) yang bertugas untuk membuat konstitusi (UUD 1945) dan peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya meliputi dua (2) institusi (lembaga) yaitu, badan Legislatif (DPR) dan Badan eksekutif (presiden).
2.    Mekanisme Amandemen Konstitusi (UUD), dan Pembuatan UU, PERPU, PP, dan PERDA
Proses pembuatan peraturan perundang-undangan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.    Amandemen konstitusi (UUD 1945)
Sebagai usaha untuk mengembalikan kehidupan negara yang berkedaulatan UUD 1945, salah satu aspirasi yang terkandung di dalam semangat reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal reformasi, MPR telah mengeluarkan seperangkat ketetapan sebagai landasan konstitusionalnya
b.    Mekanisme amandemen konstitusi (UUD) 1945.
Dalam pelaksanaan amandemen konstitusi (UUD) 1945, MPR menggunakan mekanisme
c.    Mekanisme pembuatan undang-undang dan PERPU
Pembuatan undang-undang dilakukan secara bersama-sama oleh presiden (eksekutif) dengan DPR RI (legislatif)
d.    Mekanisme pembuatan Undang-Undang atas Usul Inisiatif DPR RI. Pembuatan UU dilakukan oleh DPR RI (legislatif)
e.    Mekanisme pembuatan PERDA
Pembuatan PERDA dilakukan secara bersama-sama oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan DPRD Tingkat I dan II
f.     Mekanisme Pembuatan Peraturan Pemerintah (PP)
Pembuatan PP Adalah sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah (eksekutif). PP berfungsi sebagai peraturan mengenai pelaksanaan undang-undang atau PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang).
g.    Hieraki Peraturan Perundang-undangan
Menurut ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000, tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan negara republik Indonesia.

E.  Pengertian Rule of Law
Banyak peristiwa pada saat ini yang menjadi dasar perlunya rule of law atau penegakan hukum. Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara berdasar hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolute (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya.
Rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke 19 bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi, kehadirannya boleh disebut dengan reaksi dan koreksi terhadap negara absolut. Rule of law lahir dengan semangat yang tinggi, bersama-sama dengan demokrasi, parlemen dan lain-lain, kemudian mengambil alih dominasi dari golongan-golongan gereja, ningrat, prajurit dan kerajaan.

Keadilan harus berlaku untuk setiap orang, oleh karena itu lahirlah doktrin “Rule Of Law”.Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme keadilan yang tinggi. Rule of law (Fried Man,1959) dibedakan antara :
1.      Pengertian formal (in the formal sence) yaitu ‘organized public power’ atau kekuasaan umum yang terorganisasikan.
2.      Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan ‘menegakkan rule of law’ karena menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum yang baik & buruk. 

Namun diakui bahwa sulit untuk memberikan pengertian Rule of law, tapi pada intinya tetap sama, bahwa Rule of law harus menjamin apa yang oleh masyarakat/bangsa yang bersangkutan dipandang sebagai keadilan, khususnya keadilan sosial (Sunarjati Hartono,1982). Dalam penelitian historis komparatifnya di Inggris, Belanda dan AS tentang Rule of Law, Sunarjati Hartono:
1.          Setiap bangsa memiliki faham rule of law yang berbeda-beda.
2.          Penegakan rule of law tidak dg sendirinya mengakibatkan tegaknya negara hukum.
3.          Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki (materiil) yaitu  pelaksanaan dari just law agar terciptanya negara hukum yg membawa keadilan bagi seluruh rakyatnya.
4.      Pelaksanaan rule of law & terjaminnya negara hukum (inggris), tidak saja warga negaranya yg tunduk pada hukum, melainkan pemerintahannya juga  sebagaiuntergeordnet’ pada hukumnya.
5.      Faham rule of law di Inggris diletakkan pada hubungan antara hukum & keadilan di Amerika pada HAM & di Belanda lahir dari faham kedaulatan negara. 



F.  Latar Belakang Rule of Law
Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstirusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi  dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap peran parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi reaksi terhadap negara absolute yang berkembang sebelumnya.
Untuk membangun kesadaran di masyarakat tentang pentingnya rule by the law, not rule by the man, maka dipandang perlu memasukkan materi instraksional rule of law sebagai salah satu materi di dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). PKn sendiri merupakan desain bam kurikuluni inti di PTU yang menunjang pencapaian Visi Indonesia 2020 (Tap. MPR No. VII/MPR/2001) dan Visi Pendidikan Tinggi 2010 (KELTS 2003-2010-DGHE),  serta merupakan  elemen dalam kelompok Mata-kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Materi ini merupakan salah satu bentuk penjabaran UU   No.   20   Tahun   2003   tentang   Sistem   Pendidikan  Nasional   yang   tidak   lagi menyinggung masalah Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) atau di Perguruan Tinggi disebut Pendidikan Kewiraan, serta ditiadakannya Pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah tersendiri dari kurikulum Perguruan Tinggi.  

G. Fungsi Rule of Law
Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminann secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan sosial”, sehingga diatur pada pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan istrukstif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip Rule of Law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
1.            Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3 UUD 1945)
2.            Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
3.            Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hukum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1 UUD 1945)
4.            Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (pasal 28 D ayat 1 UUD 1945) dan
5.            Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2 UUD 1945).

H. Dinamika Pelaksanaan Rule of Law
Pelaksanaan the rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus diartikan secara hakiki (materil), yaitu dalam arti “pelaksanaan dari just law.” Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materil) sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Hal-hal yang mengemuka untuk dipertanyakan antara lain adalah bagaimana komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law. Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang terdiri:1. Kepolisian, 2.Kejaksaan, 3. Komisi pemberantasan korupsi (KPK), 4. Badan peradilan terdiri:
a.    Mahkamah Agung : merupakan puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia. Kewenangan MA :
1.    Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU,dan mempunyai wewenang lainnya yang di berikan oleh UU.
2.     Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.
3.     Memberikan pertimbangan dalam hal Presidenmemberikan grasi dan rehabilitasi.

b.    Mahkamah Konstitusi : merupakan lembaga peradilan pada tingkat pertama dan terakhir. Wewenang MK :
1.     Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan kepada UUD 1945, memutus pembubaran Partai Politik, dan memutus hasil perselisihan hasil Pemilihan Umum.
2.     Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

c.    Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi : merupakan peradilan pada provinsi dan kabupaten. Fungsi kedua pengadilan adalah menyelenggarakan peradilan baik pidana dan perdata ditingkat kabupaten, dan tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57 UU No. 8 Tahun 2004 menetapkan agar peradilan memberikan prioritas peradilan terhadap tindak korupsi, terorisme, narkotika/psikotropica, pencucian uang, dan selanjutnya, tindak pidana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar